News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Sejumlah 53 Puisi Karya Nasarius Fidin Bernilai Filosofis dan Teologis

Oleh: Nasarius Fidin

(Penulis Adalah Penyair "3Lilin")


Sejumlah 53 Puisi Karya Nasarius Fidin Bernilai Filosofis dan Teologis
Sejumlah 53 Puisi Karya Nasarius Fidin Bernilai Filosofis dan Teologis (foto ist.)




Sejumlah 53 Puisi Karya Nasarius Fidin bertitik berangkat dari pengalaman nyata. Puisi-puisinya memiliki refleksi filosofis dan teologis yang dapat menyadarkan para pembaca tentang hidup dan kehidupan. Kumpulan puisinya ditulis dengan bahasa sederhana yang mudah dipahami sehingga membantu para pembaca untuk melihat nilai-nilai kehidupan.


1/ PUTRI MISTERI


Kau putri misteri,

mengepak sayap-sayap dari ujung,

memanah cahya pada katupan tatapan

dan bening matamu mengobrak-abrik malam gelap,

hingga keningku bergerak-gerak

dan pintu hatiku terbuka lebar


Kau putri misteri,

mendekap di setiap ziarah hidupku

tiada topengan di guratan wajahmu,

tampil apa adanya dirimu

meretas seringan sekat-sekat

kau bagai tamu abadi

menghela nafasku di saat sepi menelanku habis-habisan

kau memampukanku 

tuk menghirup aroma pagi, siang, pun malam


Kau putri misteri,

bertebaran di bayang-bayangku

dan melindas pikiran bercabang-cabang

dan menarik perhatianku dengan tarian indah,

kala fajar memeluk pagi dan demam senja merasuk...


Kau putri misteri,

melukis denai kecil-kecilan

di setiap lorongku termeterai lukisan dan motif-motif yang kau taburkan,

aku pun tak jemu memeras energi tuk merapalnya

karna semuanya membentuk perangaiku

di antara petir-petir kehidupan ini


kau putri misteri,

begitu uniknya kau,

betapa sulitnya kurangkai dirimu dalam keutuhan

aku selalu terpanting di antara bait demi bait lamunan

karna rasa ingin tahu, kuberpekik,

ku ‘kan menunggumu dalam peri hidupku


2/ HARTA KARUN


Banyak mencibir bibir bak serigala buas

tentang kau bersayap bidadari dan bermata purnama

menjunam hatiku untuk

merangkul seadanya 

diriku dibalut tubuh keropos dan wajah keriting


Banyak merecik air ludah

meluapkan rasa iri dan cemburu

tentang kita bagai langit dan bumi

karna tak pantas kita mengulum cinta

dalam keromantisan abadi


Banyak tanya tentang kita,

tentang rahasia sang penentu,

tentang tali-temali cinta di sanubari

namun kuyakini, kaulah harta karun, subyek cinta, teman hidup,

titisan dewa untukku,

agar aku dan kau merapal sajak cinta Tuhan

di setiap baris kehidupan


3/ SAPU TANGAN


Bila kau merasa lelah,

pun berkeringat darah

aku ‘kan bagai sapu tangan

mengusap peluhmu,

menghapus lumuran darah di sekucur tubuhmu


Bila kau enggan lagi berlangkah

untukmemeluk diriku

aku ‘kan bagai sapu tangan 

yang tersingkap lukisan cinta,

bertuliskan, “I LOVE YOU”

dan di setiap dindingnya terhias warna-warni


Bila kau putus asa,

kubiarkan kau menaruh sapu tanganku,

menyimpan cintaku pada tabernakelmu, 

tempat kau bersimpuh kepada sang Dewa,

kubiarkan kau merenung tulisan di sapu tanganku

agar kau lelap dalam cintaku


4/ SAKUKU


Terkadang kuukirkan benang  cinta 

dengan tinta pasir di pantai tuk menggantikan pena

kutaruhnya di saku celana dan bajuku

sedang aku tak tahu bila sakuku dirobek duri-duri perjalanan

sehingga pelan-pelan memudar 

seperti pasir tercecer di aspal


Kusadari tinta pasir tak menjamin cinta abadi,

hanya seuntaian ukiran palsu di hidupku

aku ‘kan meminta pena bertinta emas pada sang Dewa

agar aku mampu melukiskan cinta dan 

kusimpannya di saku kehidupan abadi


Kutahu kuakan menetes keringat

di antara trik panas membara

terasa berat bagiku untuk kugapai...

namun aku harus bisa, harus bisa!!!

demi mimpiku terwujud dan 

‘kan kuabadikannya di saku kehidupanku


5/ SENYUM


Senyum bagai obat, pil merah

mengobati jiwa merana, 

kala gulungan ombak samudera menerpa hidup

bibir senyum sebagai bukti keberanian jiwa

untuk tetap bertahan di tengah derita

dan juga tanda kutak gentar untuk

meraih kehidupan sesungguhnya


Senyum, 

ialah harmoni jiwa dalam irama kehidupan,

nada-nada lembut menggemakan butiran-butiran makna

di tengah garangnya samudera

dan senyum jua menuntun jiwa dalam kemenangan 

dari kerapuhan tak menentu...


6/ BHINEKA TUNGGAL IKA


Waktu berjalan melingkar

hari berganti hari, 

dan terus condong ke depan

belum juga sepasang sayap berkepak,

beterbang....


Hidup tak kan berjalan mundur,

selangkah pun tidak meski

berkali-kali nalar, hati dan semuax 

mengembalikan jarum waktu tuk

seperti nasi yang telah jadi bubur

eh, politik, eh agama, entah eh..


politik bombastis negeri ini 

bagai pedang yang memisah

akankah pulau atau daerah, suku, bahasa, agama membentuk

negara-negara baru sebab

Indonesia tengah diambang pintu perpecahan

berkeping-keping....


Masihkah raga terbuai lelap dalam nyenyak 

mengharapkan cahaya nun jauh menurut pandangan mata

entah kapan matari berpapasan dengan raga

entah kapan harus bangun,

bangun untuk melayangkan pandangan

pada waktu bercakrawala, di mana,

warna-warni nusantara yang beraneka dalam bhineka


Mungkinkah Tuhan menyembul dari secangkir kopi Manggarai yang kuteguk

Adakah jawaban

dalam seuntai tanya nakalku

ataukah suara lembutNya bergema

dari senandung lagu Manggarai pagi ini

tuk selamatkan nusantara yang bhineka tunggal ika



kopi nikmat, nikmati kopi nikmat...


7/ MENCINTA


Malam menyengat pori-pori

dikau mengubah hari menjadi...

berwajah muram, cemberut,

mengubah sukacita menjadi...

tiada kata, tiada diam, tiada ada yang asli


Malam mematah rasa,

engkau membelok ekor mata

mengintip fana dibalik...

melirik topeng yang menyembunyikan... 

adanya tak seindah itu yang ada seadanya


Malam mengajarkanku

mengubah cara tatapku,

noda di mata kusapu agar

menatap dibalik topeng,

menatap sedalam-dalamnya 

apa artinya kecantikan


Malam membuka mataku

apa arti cinta dari keaslian, ketulusan,

mengubah caraku

tentang apa itu cantik

sebab yang palsu, yang topengan, 

membelaiku seketika,

namun mengukir jejak derita di sukmaku


Malam bagai pena

mengukir cinta yang sesungguhnya di batinku

mengubah mata bayangku

menjadi mata bijak


Malam,

kau berbeda dari keaslianmu

semuanya palsu bila memeluk yang tak asli

hanya mengukir yang fana dalam 

cinta berkeping keping

sebab yang ada, yang berantakan

berantakan karena ada dalam kepalsuan


8/ SANG LELAKI


Aku lelaki mewakili para lelaki

Berlutut sembari bertelut

Meminta Tuhan agar aku

Berjalan bersama dengan kartinian

Di atas dasar keakuan hawa-adam

Sebab aku subjek, mereka pun subjek


Aku lelaki mewakili para lelaki

Meminta Tuhan agar aku

Berada di pangkuan Sang Ibu

Keterwakilan kaum kartinian

Selayaknya aku dibelai dalam rahimnya


Aku lelaki mewakili para lelaki

Meminta Tuhan agar aku

Tak berkhianat 

Terhadap para kartinian

Selayaknya aku dengan diriku

Cinta-kasih


Aku lelaki mewakili para lelaki

Meminta Tuhan agar aku

Membelai kartinian di alas kesadaran

Selayaknya aku pada Tuhan

Cinta-kasih...


9/ SAJAKMU RUPAMU

 

Sajakmu kueja di meja. Kubaca dari huruf hingga bait. 

Karna kutahu sajakMu rupaMu. Bertahta di kedalaman tubuh.

Bersajak dalam suara dan cara hidup. Bercahya di bening mata. 

Dan jadi bintang kejora di depanku.


Sajakmu begitu lembut. Memukau. 

Bagai hijau bersemi di musim gugur. Hujan saat musim kering.

Cahya di malam gelap. Hangat dikala kebekuan. 

Sejuk di antara bara api. 


Sajakmu berenergi. Sembulannya meluap-luap. 

Lantas hidup ini menjulang tinggi dari tangga ke tangga. 

Lihat wajah bening tersenyum. Sebab sajak berbuah di sana. 

Lihat jua dahi cemberut. Teruntuk jemari tak membuka tabir rahasia.

Dan lidah enggan menari di antara bait sabda. 


SajakMu rupaMu. Rupa mewujud. 

Rupa Bintang Kejora.

Lukisan gita cinta benderang. Bak air mengalir dari muara sungai. 

Hidup pun berlalu dengan senyuman

 di antara pasang naik dan surut. 


10/ BUDAYAKU


Kini budayaku berubah haluan. Berbelok ke kiri.  

Memiskinkan aku yang tengah miskin...

namun nilai dan pesan leluhur

tak membuat aku merana kelaparan

sebab budayaku identitasku


sambaran dunia mengenai pilar budayaku.

Derita pun datang dan pergi. Beribu nilai budaya tersambar petir.

Karna aku terlalu lengah memeluk butiran-butirannya.

Sehingga bangunannya goyah. Oleh arus gelobalisasi.

Namun kutetap memegang jiwa budayaku erat-erat.

Sebab tabir rahasia tersingkap dalam petuah para leluhur.


Siapa lagi dapat meruntuhkan budayaku. 

Bila kau mampu mencabut akar budayaku. Kau menghapus jejak hidupku.

Namun kau tak bisa. Karna kau tak kuasa. Aku dan budayaku satu. 

Bagai pisang serumpun. Atau seperti ijuk dari bilah-bilah enau.


Aku dan budayaku bagai alunan musik indah.

Harmoni. 

Hidupku pun diwarnai ruas-ruas budayaku.


Mungkin ini yang kuperjuangkan. Kubukakan riben hitam di wajahku.

Mengubah cara pandangku yang tersandera badai. 

Dan melukiskan jiwa budayaku di lembaran tehnologi. 

Dan mewujud dalam keseharian. Dengan demikian, 

aku pun lentur di antara hempasan badai.


11/ BINTANG KEJORA


Hening bergema di awan. Malam sunyi senyap. 

Kelap-kelip bercahya. Gemuruh terpantul di sungai.

Semuanya terpukau. Menatap Kejora duduk di hadapan bulan purnama.

Merenung. Sambil menggerakan pena di sehelai awan.


Siapakah Kejora itu. Kualamatkan tanya di antara sunyi bisu.

Kepada malam menepi. Kepada roda waktu. Kepada semua hitam dan putih.

Semua beri jawab. Lewat bahasa mereka. Dan melalui simbol khas. 

Aku pun belum mengerti. Sekali lagi, siapakah Kejora itu.


Tak berakhir kupikir. Tak usai kutermenung. Ternyata dia itu DIA...

Di hadapannya kulukiskan tentang DIA. 

Tentang DIA yang tengah mengukir sajak kehidupan.

Kuberpuisi tentang DIA. Bahwasannya DIA bagai Sang Kejora. 

Dia sang Penyair sejati. DIA Tuhan.


12/ BEJANA RAPUH


Aku bagai bejana rapuh

mudah retak meski tak beralasan

retak berkeping-keping

dan tak mampu membentuk utuh


Aku bagai bejana rapuh,

ingin ditopang...

ingin dipoles pelbagai lukisan seni Tuan Ma

atau patung Reinha

sebab wajahnya indah seindah pelangi pagi

agar aku jadi lukisan menarik 

setidak-tidaknya buat diriku, mungkin jua teruntukmu

terutama Sang Kekasih jiwaku


Aku bagai bejana rapuh

tak ingin berjalan sendiri

hendak  bersama sang ibu pertiwi

agar Tuhan meluluhkan hati

agar aku menjadi pantas

dan kokoh dalam kerapuhanku


13/ KEPADAMU KORUPTOR


Kau bergaya pada harta rakyat miskin

Hari-hari kau kenakan kain sutra, kebesaranmu

Panjang jemarimu

Menembusi jeruji jendela tehnologi

hingga dompetmu setebal buku-bukuku di lemari


Kenyang perutmu karena uang rakyat dan

megah tahtamu semegah gedung putih AS

yang dibangun di atas jeritan duka lara kaum jelata

namun rasa malu kau simpan di kantong hitam,

lalu kau sembunyikan di lubang buaya


Bersenang-senanglah kau saat malam,

menari-narilah kau

setia kau merayu wanita,

merobek mahkota suci,

menjerit hingga darah membeku

namun kau tak mengaku

kalau memang kau pelaku


Wahai para koruptor,

tak puaskah perutmu

bakar saja rakyatmu hidup-hidup dan

hanguskan sajak sabda kehidupan

berpesta pora kau di keramaian malam

merayakan kegeoan di gunung gendut

meraih nafsu dalam keabadian neraka


Kepadamu para koruptor

mata realitas setajam cahya matahari dan

sebening rembulan pada malam hari

di manakah kau bersembunyi...

Di meja tahta atau di setumpuk harta,

ataukah di barisan para wanita

di manakah kau berlari...

licik, cerdik tak mempesiang nalarmu


Kembalikan harta karun kaum miskin,

kembalikan kebahagiaan rakyat


Sebab bila tidak demikian,

sajak-sajak kami bagai mata pedang

menusuk jantungmu hingga

tahtamu roboh tanpa pamit


14/ TIGA LILIN


Hati, ruang perjanjian denganNya

Dia, Sang Penyala tiga lilin 

bersama Bunda ratu

bermegah dengan mahkota bintang-bintang


Di saat badai menerpa dan

memadamkan gelora semangat

cahya tiga lilin menenang, lembut...

Dan di tengah belantara malam meraja

tiga lilin bagai penunjuk arah tujuan


tak usah gentar pun gelisah wahai jiwaku

cahya tiga lilin tak kan pernah padam, 

dan tetap bermegah

meski kau dibantai beribu badai


Cahya tiga lilin memadu

lilin iman,

lilin harapan, dan

lilin kasih,

menggapai harmoni keindahan

di relung hati


15/ RAHIM PERTIWI


Nusantara bagai sang ibu,

ibu untuk anak-anak dari 

Sabang sampai Merauke

ibu yang memberikan rahimnya untuk 

kebijaksanaan hidup


Rahim pertiwi nusantara 

menyuburkan keanekaan

menghidupkan keikaan dan

melantunkan syair cinta tanah air


Namun aku bagai anak yang hilang

merasa terasing bahkan tersesat

di antara rahim pertiwiku

kerama ulah dosa-dosaku


aku ingin pulang dari dunia keterasingan

kembali ke rahim nusantara

tempat keindahan terindah, 

tetesan cinta kasih yang pernah kuteguk


16/ HUKUM & AIR MATA


kala aku berwajah hukum

realitas terdiam seolah tak berdaya

meski kebenaran menyamar samar

namun realitas, sang kebenaran


Benar atau salah ada padaku

hukum di atas segalanya

dan aku menindih rintihan realitas

apakah ini benar atau salah...

kala semuanya tak ada kepastian


Apakah arti urai air mata

bila akulah hukum

benar atau salah, entah...

Ini hukum, ini aku

benar atau salah tunduk padaku sebab

aku dan hukum terurai satu arti

ketika yang benar masih 

tersamar di mataku


17/ TUHAN BAIK & HIDUP 


malam mendekat,

aku pun tak berdaya,

tidak punya apa-apa

tiada sesuatu selain 

diriku yang berharap pada Sang Hidup


Namun aku bersyukur 

Tuhan ada untuk kebaikan

sehingga aku mampu berjuang,

berusaha dengan campur tangan

oleh-Nya aku akan

bahagia, sukses


Kuakan berdoa padaNya

bersama sang Dewi Maria, Perawan Suci

teruntuk sahabat-sahabatku agar terlukis

dalam cintakasih

abadi 


18/ KEBENARAN


Dunia ini, dunia tengah tersandung,

dunia ini, dunia kacau, dunia indonesia

dunia ini, dunia berwajah agama, berhati politik

dunia ini, dunia tak mampu kuartikan lagi,

dunia ini, dunia apakah ini....


Dunia ini, dunia membenarkan dirikah,

dunia ini, dunia mayoritaskah, dunia minoritaskah,

dunia ini, dunia apakah ini....

apakah kebenaran dunia ini,

dunia kebenarankah atau

dunia ini dibenarkan atau dunia membenarkan dirikah

atau dunia ini benar,

entahlah...


Dunia ini, dunia bayang-banyangkah, 

dunia mimpikah,

dunia ini, dunia membenarkan kebenaran dunia sendirikah,

dunia ini, dunia seolah-olah pulang dari Sorga

entahlah...

dunia ini, 

kebenaran dunia hanya ada pada dunia

dunia ini, dunia ini belum tentu benar

sampai di Sorga, dunia kebenaran,

entahlah,

apapun keyakinan,

di Sorga nanti kebenarannya

entahlah....

namun kuyakin, keyakinanku,

dunia kebenaran, apapun kata dunia,

meski aku tak mengatakannya hingga di balik samudera

entahlah, 

aku mengikat keyakinanku dengan imanku

Tuhanku, kebenaranku


19/ HATI BERHARAP


Ku di sini berharap,

ku saat ini  membuka tangan,

sedang kumerenung sambil

menengadah…


Ingin kukecup aroma semerbak

ingin kurasakan nikmat cinta

ingin kudapatkan apa yang kuharap…

ingin kulalui hidup penuh bahagia


Kau tahu di sini aku,

kau tahu saat ini aku,

kau tahu yang ku mau,

kau tahu yang kuharap


Biarkan kau membuka mataku 

biarkan kau menyetir kendaliku

biarkan kau memberi jalanku

biarkan kau beriku yang terbaik

biarkan kau tunjukan padaku

bila kau kehendaki, Tuhanku


20/ HUJAN KEMERDEKAAN


Ketika hari ini berubah musim,

Musim hujan, 

bila iklim kemerdekaan bagai musim hujan,

hujan menyuburkan benih-benih semangat juang,

berjuang  membebaskan diri dari penjara hidup,

dari keterbelengguan jiwa


hujan kemerdekaan, hujan berkat,

berkat rahmat menjamah anak-anak bangsa

tuk mengubah duka lara,

mengusap tetes air mata, derita

menjadi air mata bahagia 

yang tersembul dari paras senyuman


Hujan kemerdekaan di bentangan tanah air

sorakan merdeka di sepanjang jalan,

tua muda, besar kecil, bermesra-mesra,

mesra karna iklim kemerdekaan,

namun apakah Indonesia benar-benar merdeka

dalam pelbagai musim


21/ PERUBAHAN


Perubahan itu penting

karna kebijakan

karena keputusan,

karena latar situasi nan surut

maka aroma baru perlu dicium


Perubahan itu memukau

bila spiritnya menyata

dalam beribu cara

dalam kata dan tindak

dalam momen penting

dalam hidup


Namun perubahan itu menjadikan 

dunia heboh

dunia skeptis,

dunia mendua

dunia bimbang dan ragu


Perubahan itu nomor  satu

asalkan dipertimbangkan dengan bijak

asalkan semuanya seia-sekata

asalkan bukan asal bapak senang

asalkan bukan tuk menebah dada


22/ BUKAN YANG SAMAR PUTIH


Desir topan putar-memutar

riuhnya mengitari kantor-kantor mega 

bukan karena kondisi musim

pun alam mengerang


Suara mengamuk di setiap lorong

ruangan bising berdesing 

oleh mereka yang rakus dan haus

menajam pada dia yang bertatih-tatih

menata reruntuhan kebenaran


Bila mereka bersekongkol dengan satu sepirit,

karna politik hitam menyamar pada putih 

spirit asal bukan dia,

asal bukan dia yang memegang setir kota

mau di bawa kemanakah negeri ini


buka mata bila kota ini, negeri ini bermegah

dan  berseri seperti mawar

gigihkan semangat juang kita

memilih sosok yang cocok

asal bukan mereka yang samar-samar putih


23/ TEMBOK PUTIH BINGUNG


Dinding melelehkan air mata

pipi layu layaknya bunga-bunga

ketika senja tiba pun malam tak bertuan

merasuki wajah-wajah kantor


lantai-lantai menjerit-jerit ketika

sepatu hitam, baju berdasi menginjak,

sebab terlalu berat sepatunya,

berat bukan karena tubuhnya

uang rakyat di saku baju, celananya


suara tembok putih  tak terdengar

atau sengaja tak mau didengar  karna

terlalu sibuk mengadu atau

bertarung lidah antar-kelompok, partai, demi, 

gensi membengkak  seperti  gemunung

menggundahkan rakyat pinggiran


tembok putih, kursi , meja,  tiang-tiang, mengaga, bingung

menatap wajah kian melolong-lolong

di kantor hanya riuh kebisingan

tiada yang mau mengalah

meski salah 

tapi berusaha menyalahkan yang benar


Politik tak lagi untuk

memanusiakan manusia

tiada mau menata negara nan maju

saling menggonggong bukan tuk membangun

melainkan saling menjatuhkan

makan memakan tuk makan uang negara


24/ TIADA SEKEPING HATI


Kau tengah menikmati mabuk senja

duduk di antara gelembung-gelembung sampah

mengais sesuap remah-remah

dan menaruhnya pada mulut yang meneteskan air liur

namun tiada waktu yang peduli, pun wajah hiraukan,

tak ada...


Sepi selimuti,

kabut membalut luka,

membekukan riakan senyum,

sampai kau terkapar di tengah hujan rinai

namun tiada sekeping hati terharu,

tak ada...


Kau seorang diri

tak ada yang membantu

kecuali DIA yang kau yakini

tetap menemanimu sepanjang deritamu


 25/ BILUR SENI PADA JEJAK SAMAR


Aku tak dapat menatap matahari

karna malam gelap menghadang

meski Iklim menyepi

dan suasana sunyi senyap

aku tak dapat menyentuh pagi

karna malam bagai pagar 

membatasi jemariku 


Matahari tengah berada diperaduan malam

aku tak dapat bersua...

malam pekat menghujani debu

pada bening mataku


Aku mereguk bilur-bilur seni pada jejak samar 

dan kupakai bagai tinta berwarna-warni

tuk mengukir sajak cinta pada sayap waktu

agar hidupku tak larut bersamanya


26/ BERSAJAK PADA BADAI


Aku mau bersajak pada badai,

yang akhir-akhir ini semakin garang,

memagut waktuku tuk meneguk madu, sisa kemarin,


Aku mau berlagu sajak pada badai,

yang kian bergulung-gulung,

dan berusaha menarik tanganku,

tuk menenggelamkannya bersama senja


Sekali lagi, aku mau bersajak pada badai,

Aku takkan gentar,

sekalipun riuh gemuruh halilintar,

aku takkan takut,

sebab Tuhan sepihak denganku, meski aku orang berdosa

Dia tetap mengasihiku


27/ SAWAHKU IDENTITASKU


Di lereng gunung, ataupun lembah

sawahku berbentuk unik

hijau permai..

bulir-bulir padi menguning

merunduk di hadapan matahari


sawahku bagai magnet

indahnya memikat beribu mata-kepala

sehingga dijadikan ruang tuk

berekreasi...

meneguk bilur-bilur keindahan

hidup pun kaya makna


sawahku bagai sarang laba-laba

bentuknya melingkar,

di tengahnya tertanam simbol khas

sehingga bidang-bidangnya berpusat...

Manggaraiku berfondasi satu


Sawahku terbersit lukisan warna-warni

identitas tanah tumpah darahku,

Manggaraiku...

terpajang lukisan-lukisan budaya khas

dan makna filosofi, semboyan hidupku


Keunikan sawahku menginspirasi...

bahasa simbolis tuk duduk bersama 

di hadapan pusat hidup, Sang Ilahi

duduk bersama sebagai sesama

tuk selesaikan aneka bintik noda

agar hidupku bagai bulir-bulir padi

kuning bagai emas


28/ DI PANTAI PEDE


Di pesisir pantai Pede senyummu

tertambat di sanubariku

di antara hempasan ombak

tatapanmu berbinar

memanah mata hatiku yang rabun


Di pantai Pede empat mata

dua pasang tangan bergandengan

mengukir kisah romantis

selalu didekap

di kenang di setiap langkah


Di setiap senja tiba

pantai Pede menanti

kita bercumbu

tiada yang melarang

dunia milik kita sayang


Kenapa di pantai Pede sayang...

tempat kita beradu mesra

kenapa enggan kau menantiku di sana

kemesraan dulu masih tertambat

di antara angin sepoi senja

di antara irama ombak


Ada apa di pantai Pede sayang...

di sepanjang pesisir tak seindah kita dulu

keindahan alamiah direnggut seseorang

keramaian termakan sepi


Ayo sayang,

mendekatlah...

pegang tanganku...

di pantai, tatapan pertama kita

jangan biarkan kenangan kita berlalu

bersama ego si wajah tak bertuan


Mari sayang,

kita berjuang...

tuk mengembalikan pesisir Pede kita

tuk memekarkan kembali butiran keindahan

kepada rakyat!!!!


29/ LINGKARAN KOSONG


Malam-malam dunia bagai bercak hitam

siang hari dipenuhi awan kelabu

karna dikira kosong itu hampa

padahal mata dikelabui noda


Di tepian kecil kepulan asap mengudara

gelembung banjir kotor menganak-anak

bak iklim tak bertuan

kapan lingkaran kosong dihiasi tarian cinta?


Bukankah kosong termeterai kepenuhan

mungkin suatu kebodohan bila 

menatap lingkaran kosong

dengan tatapan kosong


Kosong bak bulatan cinta 

sebab tiada bintik noda 

seperti matari

ataupun purnama

tak ada hitam pada bulatannya


Dalam kosong tiada yang hampa

yang sejati terlukis abadi

dalam ruang kosong

Tuhan meraja

berjayalah DIA


Ruang kosong didekap suasana akrab

singa-singa dan anak kancil bermesra

semesra kehidupan awali

sebab kebebasaan sejati di sana


30/ TERUNTUKMU


Dulu kuanggap area nan sepi

hanya diramaikan kicauan beburung-burung 

ditemani gemunung nan hijau

lembab basah tak henti kala musimnya

dan  butiran-butiran embun menetes di jalan bebatuan


Berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun hijau berseri

merona di jalan sempit, di lembah, di lereng gemunung

lewat buih gemuruh, riak air dan desiran angin sampaikan untaian kata

unikku, indahku teruntukmu


Kini unik-indahku merobek bisu bibir sumbingmu

membuka mata julingmu

tabir rahasia keindahan bersinar bagai mentari pagi di musim  bersemi

dan lembayung langit terbuka di malam sepimu

saatnya kau mereguk bilur-bilur seni 

tuk melembabkan rongga-rongga musim kering


Burung camar bersama pagi menyusup  mata rabun

langit malam, bulan dan bintang membelai hangat tubuh beku

semuanya terpukau 

karna mahkota tanduk terpampang 

melantunkan tembang budaya khas 


Mari dan lihat ...

bukan hanya di siang hari kemolekannya

di malam pun ijuk  tengah berdandan di hadapan cahya purnama 

awan pekat nampak memutih 

tanda mengagumi keindahan halaman tersusun batu-batu

sebab malam ini dia bagai gadis manis

cantiknya memukau....


31/ DI SECANGKIR KOPI


Malam ini kutuangkan di secangkir kopi

lalu diaduk-aduk,

lalu larut merata…

sehingga berubah menjadi kopi nikmat

yang harum semerbak bagai kemenyan, dan

asapnya selembut asap tunggku surga

menggairahkan rasa hingga

lidahku semanis madu


Malam ini semakin larut di secangkir kopi

sembulan asapnya menguap bersama embun syahdyu

dan deburannya mengantar aku pada buaian-buaian

karna rasa nikmat menemaniku di maligai, 

tempat aku duduk termenung arti cinta


Malam disecangkir kopi mendendangkan sunyi,

sunyi membuat dahagaku larut bersamanya,

bagiku malam ini adalah kebahagiaanku,

menuntun aku dari tangga ke tangga,

tangga kehidupan


Sayap malam ini membentang di secangkir kopi

menerbangkanku,

tuk menghunjam akar kehidupan,

sehingga aku mampu menggapai mahkota pagi,

merayakan hidup dalam cahya matahari


Malam ini melantunkan musim rasa,

rasa bersemi di secangkir kopi,

rasa nikmat,

rasa cinta,

rasa tenang,

rasa damai,

rasa bahagia…


Larutan malam ini meluluh gundukan di secangkir kopi,

mendinginkan bara panas

karna nikmatnya terasa sangat,

sungguh terasa di tenggorokanku


Malam ini berubah menjadi ampas

di secangkir kopi hanya ada kenikmatan

beraroma di batang hidung

inginku meneguk malam berikut…

malam, ku kan menunggumu di sini,

di secangkir kopiku ini…


32/ KAPAL KARAM


Kapal terombang-ambing seketika

angin sakal menghantam nahkoda

dan membantai dinding kapal tengah berlayar

hingga kapal karam,

karam di antara ombak bergulung-gulung

karam di dasar samudera

jeruji jendela, pintu-pintu pun menghilang...

menyisakan puing-puing tak berbentuk,

berantakan...


Adakah lidah bertanya, lalu di manakah kapal itu?

dengan apakan wajah-wajah menuju...

Kapan lagi mereka merasakan iklim romantis,

bermesra-mesraan...


Semuanya usai. Usai sekejap.Usai sudah.

tak ada tatapan ke depan. 

tak ada lagi semua mengada.

namun jangan dulu. 

mungkin ada yang masih tertatih-tatih 

di tengah hempasan samudera


Ya, bersyukur...

masih ada yang hidup meski

berada di penghujung 

lagi-lagi masih ada, yang ada, yang hidup

tengah berjuang...

karna mereka tahu 

hidup dihargai, dicintai maka

diperjuangkan sekuat

tenaga, jiwa, kekuatan dikerahkan semuanya

supaya hidup, 

dan lebih hidup

dan lebih higup lagi


Aku mau berkata apa kepada Tuhanku. 

selain kata syukur seperti kicauan burung di pagi hari

aku mau mengakui apa kepada-Nya.

selain cinta-Nya menguatkan semangat juang,

menyelamatkan manusia ditengah hempasan ombak?

Tuhan itu Sungguh. Sungguh Luar biasa.


33/ TERUNTUKMU TUHANKU


Kuakui realitas tertinggi itu

Kaulah itu, Tuhanku

Itulah KAU, Tuhanku

Sungguh!!!

Sungguh,

Kaulah sebab aku hidup

Kaulah jalan 

aku mampu melewati segelap apapun malam

kaulah tujuan

aku dapat menuju 

meski melewati badai sekalipun

kaulah itu. Itu yang kutuju.


34/ SEMANGAT KEKOSONGAN


Air bermuara dari sungai kekosongan

sedang aku berdiri di tepian-tepian kecil,

sambil menatap gelembung bening

tersembul dari hulu lingkaran kekosongan


Gema suara dari sungai kekosongan

bagaikan detak jarum jam tiada batas

sampai pada dedaunan telinga

kedengarannya terasa hampa

namun termeterai suatu kepenuhan


Suatu kebodohan bila kini

menatap lingkaran kekosongan 

dengan tatapan kosong

sebab di sana bak cinta ada

keutuhan kasih seperti sungai


Sungguh baik,

hidup berada dalam kekosongan

sebab tiada yang menghadang,

pun yang melarang

karna jiwa bening sebening embun


Sadar atau tidak, entah...

ziarah ini menuju kekosongan

di sana suasananya akrab

seakrab singa-singa dengan bay mungil

merayakan kebebasan sejati


35/ TUHAN DI BALIK CERMIN


Di depan cermin aku duduk

menatap wajah khas

dan merias rambut hitam

dan membelai paras lesung

dan menyentuh bibir merah


Lalu aku berbalik,

menjarakkan diri dari cahya cermin

namun bias cahya memanah seketika

lalu membuka kuncup mata

dan menggerakan buluh alis

dan memperlihatkan aku sesungguhnya


Sungguh, aku merasa heran

ketika jiwa mendingin seperti berada di musim dingin

dan nampak samar seperti bayangan waktu malam

dan terdengar sayup tangisan

dalam resah dan gelisah ku berada


Di depan cermin kusadari,

sebagian kebahagiaanku termakan masa lalu

kukira masa itu bagai angin beliung

menerpa detak nafasku di pelataran rumah

sehingga begini jadinya aku…


Di hadapan cermin jua kutanya…

cahya menjelajahi duniaku

membuka ruang nyataku

yakinku, Tuhan di balik cermin 

sampai aku tahu gambaran diri ini


36/ AKULAH SURAT


Terasa hampa diri ini. Carut-marut hidup ini.

Jalan terjal, liku-liku, lekak-lekuk. Tiada sanggup kulalui,

malam memagut bintik mata, menggerogoti tubuh. 

Deru angin merasuk. Sepi meraja. 

Tiada waktu tuk berpikir. Tiada lagi tuk termenung.

aku terluka. Terluka dalam sepi. Sepi.


Kepada matahari kumenuju. Aku bagai secarik kertas, surat. 

Ya, aku adalah surat. Surat buat sang Ilahi. 

Surat berwarna kusam. Suram. Usang. Penuh bercak noda.

Kumembuka surat ini. Lalu mengeja. 

Menulis dengan tangan beku, jemari kaku.

Agar kau tatap tiap huruf, dari baris ke baris.


Surat ini tiada arti.

Namun kepadamu tetap kuberi. Kualamatkan.

Lewat cahaya merah jingga, fajar pagi.

Kubiarkan kau baca. Ya, membaca diriku.

Pabila suratku berisikan tinta noda.

Kuharap kau menghapus. Hapuskan!!!

Kubiarkan kau mengisi dengan tinta warna.

Abadikan untaian-untaian kata. 

Abadi di hidupku. Abadi untuk hidupku.


37/ AIR MATA TUHAN


Senja tiba…

Langit mendung lalu berubah seketika

Menjadi malam pekat. Sungguh pekat.

Sunyi sepi, tiada suara manusia

Guntur bergemuruh

Hujan menderas

Dan angin topan, kencang


Kudengar tangisan Tuhan di bukit

Tak jauh dari ujung mataku

Juga dari pendengaranku

Kutatap air mata meleleh

Bagai leleh lilin tengah bernyala

Membasahi kayu palang, buatan si pengkhianat, 

termasuk aku


Aku terharu. Sungguh terharu menatap wajah lesu, dan 

mendengar tangisan lembut. Nyaring. Mengudara.

Aku tak tega. Sungguh Tak tega.


Baik Tuhan, baik,

Aku kan mengusapi pipi lesumu

Mencabut paku di tangan, kakimu

Menurunkanmu. Memelukmu.

Membawamu tiap aku berada

Di manapun, kapanpun aku berada

Tapi tolong jangan menangis lagi

Aku tak sangup, sungguh tak sanggup


Baik Tuhan, baik, 

Aku kan menghapus air matamu.

Dengan diriku, tobatku

Tapi tolong berhenti menangis

Aku tak sanggup. Sungguh tak sanggup

Aku kan hidup baru. Mau hidup baru

Tapi jangan menangis lagi

Aku tak sanggup


38/ KAKEK TUA


Kakek tua merayu imajiku,

Tiap kali aku mau tidur malam

Aku melarang dan

Menyuruhnya pergi

Namun tidak jua dia beranjak pergi

Aku takut, gelisah…

Sebab kukira dia hantu malam


Dia datang, datang lagi…

Wajah berbinar

Benderang di hadapanku

Lalu berdiri di sampingku

Dengan senyuman simpul

Kukatakan cukup, cukup…

Darahku meluap seperti air mendidih

Sebab daya hadirnya mengganggu tidurku

Aku mau beristirahat malam

Aku ngantuk, ngantuk sekali


Dia datang lagi, lagi-lagi dia datang…

Aduh!!

dia lagi, dia lagi…

Dia mendekat

Memperlihatkan untaian-untaian kata

Di telapak tangan tertulis

“Saatnya berdoa”

Baru aku sadar…

Doa seperti pupuk bagi tanaman


39/ TUHAN SAHABATKU


Sejenak, kusebutnya guru

Namun jemari telunjuknya menutupi bibirku

Aku tak mengerti maksudnya

Tetap kusebutnya guru

lalu dia memanggilku sahabat dan 

membiarkanku menyebutnya sahabat


Dia adalah sahabatku yang

menemani sepiku

dalam untung dan malangku

ada untukku 

sebagai sahabat sejati

untukku dan 

untuk semua


40/ TAK SEMPAT TERUCAP


Doa nenek mengaum di atas awan

doa dalam bisu, mulut tertutup

mata rabun menatap cahya ilahi

dan suara tenggelam bergema...

terdengung di kaki dian,

di tempat Yang Kuasa berdiam 


Doa nenek tak sempat terucap

tulus seperti merpati 

bijak,

lembut,

setia,

penuh kasih,

cinta,

cara hidupnya sebening embun dan 

semangatnya berapi-api


Doa nenet tak sempat terucap

dirinya bagai kereta surya

membawa sosok sejati

sosok yang dicari oleh semua

agar semua menjadi...

kereta surya bagi sesama


41/ SIRI BONGKOK


Bila kuumpamakan,

siri bongkok simbol rahim

akankah aku dan kau sekeras batu

terhadap kaum hawa, bidadari


Siri bongkok, bahasa analogi

tuk memahami spiritualitas rahim, 

rahim kehidupan

rahim kaum hawa

mohkota terindah


Siri bongkok dinamai molas poco, dari segi bahasa,

lagi-lagi konteks bahasa, 

cara berpikir tentang bahasa, 

filsuf perempuan,

Luce Irigaray, 


Siri bongkok kokoh kuat,

tumpuan ruas-ruas rumah adat Manggarai

tiang tengah nampak indah

penopang,

tempat berlindung

benteng hidup, 

ruang menenun nilai-nilai budaya


42/ DOA BUAT IBU


Ibu, terima kasih kuucapkan padamu

betapa besar cinta, kasih sayang yang kau beri

aku tak mampu membalasnya

selain kuucap TERIMA KASIH,

Terimakasih ibuku

doaku,

Moga Sang Kuasa mencintai ibu

hari ini, esok, 

dan seterusnya

Amin.


43/ CINTA


Cinta itu seindah pelangi

Bila aku dan kau tak saling membenci


Cinta itu indah

seindah panorama alam di pagi tiba

namun lebih indah

bila cinta itu direnungkan, direfleksikan

dan dimaknai dalam keseharian


44/ RAHIM 


Rahim kuartikan kerahiman 

yang berkibar di seluruh...

yang perlu dijunjung, dihormati

dalam kondisi, suasana menyeluruh

akankah kita sekeras batu

terhadap kaum hawa, bidadari


rahim kaum hawa, 

tempat Tuhan mencipta,

manusia tercipta,

ruang hidup,

berlindung,

berteduh,


rahim bagai firdaus

yang memeluk manusia  

dalam kehidupan,

kekuatan,

kelembutan,

kesetiaan,

kasih tak terbagikan

cinta bernuansa keadilan

cinta tak membeda-bedakan


rahim, 

jalan manusia mengarungi dunia,

menepis hawa nafsu dunia

meneguk sari-sari kehidupan,

kenyamanan


rahim itu kaya makna, penuh arti bila

manusia memaknainya,

merenungkannya dalam fajar pagi 

atau dalam cahya merah jingga

dan diwujudkannya

dalam tiap langkah hidup 


45/ SURGA RUNTUH SEMALAM


Surga runtuh semalam,

Kala itu, tepatnya di pesisir pantai, 

angin sakal menghantam atapnya,

dan membantai dinding bisu yang sekian lama tak terawat. 

Rusak. 

Sungguh rusak karena angin melanda surga ini. 

Lantai keramik mengaga. 

Jeruji jendela kamar dan pintu-pintu pun tak berbentuk. 

Sekali lagi, rusak sudah. Runtuh sudah. 

Sungguh rusak. Sungguh runtuh. Karna angin malam menggerogoti surga ini. 

kini menyisakan puing-puing berantakan 

di antara air beriak di tepi ombak.


Adakah lidah bertanya, lalu di manakah surga itu?

Ke mana lagi kaki berlangkah. 

Ke mana lagi tatapan mata-wajah mengarah.

Kapan lagi hati merasakan dan mengalami iklim-suasana surga itu

aku tak mampu menjawab. Jawabanku hiang-menghilang dipagut ular beludak.

Jangan tanyakan aku. Tanyakan pada diri sendiri.

Jawabannya ada pada diri sendiri.

Sekali lagi jangan tanyakan aku. Sebab aku tidak tahu. 

Tanyakan pada diri sendiri.


Merenung. 

Aku termenung di antara puing-puing bangunan surga 

yang sudah tidak teratur lagi. 

Kenapa. Tanyaku dalam bisu.

Tak secuil kata-kata dari reruntuhan bangunan, 

tuk mengatakan seuntai jawaban. 

Hanya air mata beranak dan 

mengalir pada puing-puing.

Aku bingung. Bingung sekali. 

Aku mau berkata apa kepada Tuhanku. 

Aku mau menjawab apa kepadaNya.  

Tak ada yang kupertanggungjawabkan. 

Sungguh tak ada. Aku kehilangan kata-kata 

karna dihempas topan tak bertuan semalam..


Surga sudah runtuh. Runtuh sudah.

Lalu siapa yang meruntuhkannya.

Jangan tanyakan padaku. Tanyakan pada diri sendiri. 

Aku hanya menjawab, aku tidak tahu. Jawabanku adalah 

sisa kata-kata semalam. 


Aku tidak tahu, apa yang kaulakukan.

Sedang surga adalah tujuan yang dicari

Tempat yang didambakan,

Iklim, suasana yang diidam-idamkan.


Seketika imajiku berbuka, dibuka oleh realitas.

Surga telah rusak, runtuh disebabkan

manusia itu sendiri.

Manusia meruntuhkan surga itu di tepi pantai, semalam.

Ya, manusia-lah yang melakukannya.

Memporak-porandakannya. Sebab, manusia berubah rupa. 

Manusia tak berkilau-kilauan lagi. 

Manusia menjelma menjadi angin sakal, semalam.

Jadi, jangan tanyakan siapa.

Tanyakan pada diri sendiri.

Sebab, surgaku, kala penaku menari riang

di kertas putih. Itulah surgaku.


46/ TOBAT


Tuhan tak meminta banyak.

DIA tak meminta lebih

Hanya satu, satu saja.

Bertobat!!!

Pinta, Tuhan, ajarlah kami bertobat dalam kata-kata,

dalam tindakan, dalam cara hidup dan

dalam keseluruhan hidup.


47/ CINTAKU DALAM SEPIMU


Jangan bersedih sayang,

sepimu, gelap malammu memagut 

nanti kau terkapar oleh kelabilanmu

kembalilah sayang,

sebab cintaku menyapu sepimu


48/ ULTAHKU


Ijinkan aku lukiskan 

Desember memesona


tepatnya di hari jadi, hari terindah

kuhadirkan dinamika hidup ini

dan kuabadikan dalam bentuk rangkuman,

rangkuman seni hidup


Desember, saatku merenung,

saatku minum sopi B3, sopi nomor satu,

"Bongkar, Bakar, Bangun kembali"

membongkar bangunan mental duniawiku, lalu kubakar dalam tanur api roh kudus


inginku bangun kembali bangunan unik bangunan hidup abadi,

bangunan cinta kasih agar

diriku bagai bangunan memesona,

tempat sesama memotret diri, namun bukan semata karna diriku 


Desember bermahkota di hari ultahku

seberkas cahya kegembiraan 

mengenai tubuh beku,

menghangatkan jiwa ini


Saat ini, kupinta pada Tuhan,

agar noda hitam larut-hanyut di antara arus samudera dan 

pudar bersama cahya senja merah jingga


Dan saat ini pun, kusenandungkan alunan syair puji,

syukur kugaungkan bersama sepoi lembut

agar Sang Pemberi hidup, semakin dimuliakan


49/ DESEMBER MEMESONA


Sang Bulan di Desember cerah

bulan berparas lembut,

berambut panjang,

bermahkotakan bintang-bintang

pancarkan cahya purnama yang

berwujud manusia


Cahya Desember memuncak pada

tanggal 25, memesona...

semua riang gembira

menatap cahya sempurna


Terimakasih kuucapkan

karna Sabda berwujud manusia

datang karna cinta

datang membawa keselamatan

agar hidup ini penuh pesona


50/ SEPI JADI SEPIH HENINGKU


Kala sepi berontak,

lalu datang tanpa menyapa,

datang bukan sebagai sahabat,

melibas sepih-serpih heningku yang

menjiwai batin ini


Sepi tak bersahabat, 

bagai bilah menajam,

memaksa hasrat ini beraksi-harimauku, 

kerama merasa sepi seolah Tuhan tiada, sehingga

aku bukan diriku lagi,

kesejatian tak kudekap lagi


Aku yang sepi tanda aku yang lemah,

lemah dalam bijak,

mudah terjebak,

mandul dalam seni hidup 

hampa dalam makna, sungguh

aku lunglai dikala licin-liciknya dosaku


TUHAN, hanya ini yang kupinta,

melantunkan sepiku dengan sepih-hening,

hening kesukaanMu tuk berdiam dan berbuat kasih

agar lemahku tumpul dan tangguhku tajam

agar hampa-tiada makna ini

diisi dengan beribu derai senyuman dan

kasih-setia


51/ SOPI NOMOR SATU-B3


Lagi-lagi masih tentang mental kepalan sepuluh jari

yang meretas simbol garuda

tiada guna dada bermegah di antara otot jemari

nanti darah Garuda menganak 

bak sungai hingga di pelosok tanah air


Mari beramai-ramai minum B3

sebab saatnya bangunan mental "aku-negeriku" seharusnya

"BONGKAR, BAKAR, BANGUN kembali"!!!

ialah sopi nomor satu,

seni revolusi mental

menuju kebaruan


Mari beramah-ramah minum B3

sebab ini soda sedap, 

mari bersama kita bisa, strategi politik yang jitu

bongkar, bakar, bangun kembali dengan

cinta-setia dengan segenap hati, nalar, dan kekuatan


Bongkar, bongkar...

bakar, bakar...

biar mati terhadap ulah mental keriting

bangun, bangun kembali dengan cara baru

menjadi manusia baru, 

aku-negeriku yang mekar pesona


52/ GARUDA


Sayap garuda berkepak dari Sabang

sampai Merauke

beterbang di antara langit Nusantara

tiada kata henti

sebab dia burung pemersatu jiwa bangsa


Guruda memesona,

irama kicauannya bagai paduan suara,

simponi indah tentang syair Pancasila

bergaung hingga di sepasang telinga


53/ CANTIK MENOREH CINTA


Engkau terlihat cantik, 

menawan, 

berbinar di antara bunga kembang, sehingga 

takku sadari buluh-buluh alis

melambai-lambai diterpa sepoi 

yang membuatku lelap, betah, nyaman...


Paras manismu berbinar

nampak sesempurna purnama

di kala malam mencekam

rasa kagum tak mampu kubendung

seperti sebintik air mata tak mampu kutahan

begitu indah di mataku


Sehelai rambut hitammu memesona,

mengikat jiwa ini hingga

sensasi cinta bergetar seperti senar gitar

ingin kupersunting senyummu di cahya merah jingga, dan

memetik buah apel di bukit bebatuan


Kelasihku, mendekatlah agar kudekap

di antara remang-remang senja 

sebab cantikmu terurai dari kedalaman

menoreh cinta di relung hatiku

dengan sebening embun pagi

pada layar terdalam hidup ini




Ket.:

Beberapa dari sejumlah puisi di atas sudah dimuat di beberapa media yang kini tidak aktif lagi seperti floressastra, kabarnusantara, dan voxmuda.  

0 Komentar