Oleh: Sil Joni*
![]() |
Mundur untuk "Siap Tempur" |
Politik menurut Harold Lasswell merupakan kegiatan masyarakat yang berkisar pada masalah “siapa memperoleh apa, kapan dan bagaimana” (who gets what, when and how). Pengertian itu, tentu saja berangkat dari kenyataan empiris di mana para aktor politik umumnya hanya berfokus pada upaya mendapat kursi dan kue kekuasaan. Aktivitas politik selalu menyangkut siapa yang sedang mengejar apa, kapan dan bagaimana yang dikejar itu bisa diraih.
Coba kita 'tatap' lanskap panggung politik kita. Bukankah yang dominan ditampilkan pada gelanggang itu adalah 'adu taktik' dalam merebut kuasa. Persaingan itu, hampir terjadi di semua level, mulai dari partai politik, ruang legislatif, dan ranah eksekutif. Di tingkat partai politik misalnya, isu yang dibahas adalah siapa yang ingin menjadi ketua partai dan yang mau masuk dalam struktur kepengurusan partai? Kapan dan bagaimana kursi ketua partai itu dapat diraih? Dengan cara yang wajar atau tidak? Apakah menguntungkan jika berjuang melalui partai tertentu untuk mendapat kursi legislatif atau posisi eksekutif?
Jika kepentingan politik relatif tidak diakomodasi dalam sebuah partai, maka seorang politisi segera 'hengkang' dari partai itu. Pilihannya ada dua, yaitu pindah ke partai lain, atau berhenti meniti karier sebagai 'pekerja politik'. Yang sering kita dengar selama ini adalah politisi yang pindah atau melompat ke partai lain dengan rupa-rupa alasan. Politisi 'kutu loncat' cukup menjamur di republik ini.
Karena itu, dalam politik kita mengenal sebuah kredo yang sangat pas membahasakan realitas 'perubahan pilihan kendaraan perjuangan seseorang. Tidak ada kawan atau lawan abadi dalam politik. Yang ada hanyalah 'kepentingan'. Predikat sebagai kawan atau lawan sangat ditentukan oleh apakah kepentingan kita terpenuhi atau tidak. Hari ini, boleh jadi kita 'berkawan akrab' dalam sebuah partai. Tetapi, besok kita menjadi 'rival' sebab kepentingan kita beda.
Atas dasar itulah, saya tidak terlalu terkejut ketika Irenius Surya, mantan Sekretaris Partai Nasdem Manggarai Barat (Mabar), mengundurkan diri dari partai tersebut. Undur diri dari keanggotaan partai, merupakan hal yang lumrah. Jika kita merasa bahwa 'idealisme perjuangan politik kita', relatif tak bisa diartikulasikan secara optimal dalam partai itu, maka sangat logis jika kita memilih mundur atau keluar dari partai itu.
Sampai detik ini, kita belum mendapat kabar bahwa Iren akan merapat atau bergabung ke partai lain. Alih-alih pindah partai, justru beliau menabuh genderang perang. Motivasi utama beliau mundur dari Nasdem adalah dirinya punya tekat yang kuat untuk menjadi pemain utama dalam kontestasi Pilkada Mabar edisi 2024.
Untuk diketahui bahwa pak Iren ini sudah mendeklarasikan diri sebagai salah satu bakal calon bupati (Bacabup) pada tahun 2022 yang lalu. Peristiwa pengunduran diri kemarin itu, dengan demikian, sebagai implikasi logis dari keberaniannya dalam mendeklarasikan diri sebagai Bacabup.
Pertanyaannya adalah mengapa pak Iren tidak menjadikan Nasdem sebagai 'kendaraan' untuk mengangkut kepentingan politik itu hingga tiba di terminal kekuasaan? Apakah 'penunmpang' di kendaraan Nasdem itu sudah penuh/sesak? Tidak adakah ruang bagi Iren untuk 'menyimpan kepentingannya' supaya bisa dihantar ke pelabuhan politik impiannya?
Tentu, hanya Iren yang tahu dan bisa menjawab secara pasti terhadap pertanyaan-pertanyaan di atas. Satu yang pasti bahwa Iren mundur karena ingin 'bertempur' dalam panggung kontestasi politik Pilkada. Saya kira, alasan ini sangat menarik untuk ditelisik.
Mungkin Iren merasa bahwa 'senjata politiknya' sudah cukup memadai dan tak butuh partai Nasdem untuk mengoptimalisasi penggunaan pelbagai 'perlengkapan perang' itu. Nasdem hanya salah satu 'kendaraan pengangkut', tetapi bukan satu-satunya. Beliau lebih 'memilih jalur lain' agar punya energi yang cukup untuk tiba di arena pertempuran dan tentu saja bisa tampil sebagai 'kampium'.
Tegasnya, boleh jadi, kans bagi Iren untuk berjuang melalui pintu Nasdem, sangat sempit. Oleh sebab itu, beliau coba melirik pintu lain yang memungkinkan dirinya bisa 'leluasa' memberdayakan potensi politiknya. Intensinya adalah idealisme untuk mengubah wajah Mabar lekas terwujud jika palu kuasa telah diraih. Mungkin selama ini, api semangat idealisme semacam itu, belum bernyala terang di bawah panji Nasdem itu.
Siapa pun tahu bahwa dalam Pilkada Mabar edisi 2024, besar kemungkinan Nasdem masih tetap 'mengusung' kandidat incumben, bupati Edistasius Endi. Apalagi, posisi pak Edi di Nasdem Mabar itu sangat strategis, yaitu sebagai ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan kondisi semacam itu, kecil kemungkinan bagi Iren untuk mendapat dukungan politik Nasdem, meski beliau juga sebenarnya seorang kader berkualitas dengan jabatan terakhir sebagai 'Sekretaris DPD Nasdem Mabar'.
Lalu, melalui kendaraan apakah pak Iren memperjuangkan 'cita-cita politiknya'? Saya menduga, beliau berjuang melalui 'pintu perseorangan atau independen'. Berjuang melalui pintu independen, tentu saja harus punya stamina, kapital, dan spirit yang besar. Apakah pak Iren sudah memiliki tiga elemen vital itu? Biarkan waktu yang menjawabnya.
Kita perlu mengapresiasi 'langkah berani' beliau untuk keluar dari Nasdem dan coba berjuang melalui 'pintu alternatif' untuk mewujudkan mimpi menjadi 'penata utama tubuh politik kabupaten Mabar'. Genderang perang sudah ditabuh. Pak Iren mesti 'mempersiapkan segalanya' agar bisa tampil optimal dalam pertarungan itu.
Jadi, mundur dari Nasdem itu, bukan isyarat 'tumbang sebelum perang', tetapi sinyal bahwa Iren 'sudah siap tempur'. Sampai detik ini, hanya Iren Surya yang secara resmi 'memproklamasikan' diri di hadapan publik sebagai Bacabup. Boleh jadi, pertempuran head to head, Edi Endi vs Iren Surya, Ketua DPD vs Sekretaris DPD, bakal tersaji dalam kontestasi Pilkada Mabar 2024. Tetapi, prediksi semacam itu, rasanya terlalu kepagian.
Akhirnya, kita ucapkan selamat dan profisiat kepada Iren Surya atas keputusannya keluar dari Nasdem dan siap maju sebagai kandidat bupati Mabar. Semoga 'Sang Surya Politik' merestui dan memberi jalan kepada Iren Surya untuk bisa memeluk kuasa dan memanfaatkannya untuk perbaikan tingkat kemaslahatan publik Mabar.
*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.
0 Komentar