News Breaking
Live
wb_sunny

Breaking News

Sisi Kemanusiaan "Cakades Saverius Banskoan"

Sisi Kemanusiaan "Cakades Saverius Banskoan"
Sisi Kemanusiaan "Cakades Saverius Banskoan"


Oleh: Sil Joni*


Kemaslahatan manusia menjadi titik berangkat dan titik tuju sebuah  aktivitas politik. Wajah kemanusiaan mesti bersinar lebih terang ketika mendapat sentuhan politik yang terukur dari para pengambil kebijakan. Itulah sebabnya mengapa politik disandingkan sebagai sebuah 'sakramen', sarana mengalirkan rahmat kepada sesama. Itu berarti politik menjadi bagian inheren dari pribadi manusia itu sendiri.

Baca: PEMDES Terong Berkomitmen Jumlah Stuntting Menurun Pada Tahun 2023

Karena itu, politisi adalah orang yang mengabdi secara total bagi perbaikan dan perubahan wajah kemanusiaan. Rasa peka terhadap kemanusiaan (sense of humanity) menjadi semacam 'prasyarat' untuk menjadi 'aktor politik'. Ketika seorang politisi 'memunggungi atau mencederai' sisi kemanusiaan dalam proses perumusan dan pengimplementasian kebijakan publik, maka status sebagai politisi tidak pantas disematkan kepada dirinya.

Rasa empati dan solider dengan penderitaan rakyat, mesti menjadi syarat kualitatif dan kualifikatif seorang politisi. Tunaempati dan ketidakpekaan penguasa atas nasib rakyatnya, meminjam istilah sosiolog WF Wheitheim sebagai satu bentuk sikap "politik pengabaian" (politic of ignorance). Sebuah sikap yang seharusnya 'dimusuhi' oleh seorang politisi agar karier politiknya terus menanjak dan menorehkan catatan prestasi politik fenomenal.

Politisi, dengan demikian adalah pribadi yang 'piawai' mengelola dan menata kepentingan manusia. Para pekerja politik mesti memperlakukan warga, rakyat, masyarakat, wajib pilih sebagai 'manusia yang bermartabat'. Martabat manusia tidak boleh 'dimanipulasi' untuk menggapai ambisi politik yang bersifat parisial dan subyektif.

Komunikasi dan interaksi interpersonal yang empatik mesti menjadi 'pola laku' keseharian seorang politisi. Tampilan pola relasi semacam itu, tidak boleh bersifat momental dan sekadar memamerkan politik pencitraan semata. Sedapat mungkin, seorang politisi mesti tampil otentik, baik di panggung belakang (back stage), maupun di panggung depan (front stage).

Sisi humanitas yang orisinal itulah yang diperlihatkan oleh Saverius Banskoan, salah satu Calon Kepala Desa (Cakades) di Desa Golo Sepang, Kecamatan Boleng, Kabupaten Manggarai Barat (Mabar). Unsur kemanusiaan itu coba ditunjukkan secara konkret dalam ruang perjumpaan, tegur sapa, duduk bersama, bercanda, berdiskusi, dan tertawa bersama dengan semua warga Desa.

Baca: Soal Pemilihan Panitia Penjaringan dan Penyaringan Perangkat Desa Terong, Kades Soroti Obyektivitas

Dalam setiap sesi perjumpaan itu, Save (demikiaan sapaan akrab dari Cakades ini), selalu berusaha masuk dalam ruang pembicaraan yang manusiawi. Artinya, hal pertama dan utama yang diperhatikan adalah dirinya berhadapan dengan manusia yang luhur dan mulia. Bahwa kehadiran itu berdampak secara politik, itu hal lain. Tetapi, tujuan utama dalam setiap pertemuan dan pembicaraan itu adalah memastikan bahwa 'sisi kemanusiaan' itu dihormati dan dijunjung tinggi.

Itulah sebabnya, Save relatif mudah berbaur dengan 'siapa saja'. Beliau tidak pernah 'menjaga jarak atau membangun tembok pemisah' yang membuat aliran komunikasi menjadi buntu. Relasi dan komunikasi lintas batas usia, budaya, etnis, agama, dan kelompok kepentingan, hemat saya menjadi modal berharga untuk menjadi 'pemimpin yang hebat'. Seorang calon pemimpin mesti pandai menempatkan dirinya sebagai 'pribadi yang berdiri di atas semua perbedaan' dan kalau dapat menjadi jembatan komunikasi untuk mengurai secara kreatif pelbagai benang kemajemukan di wilayah yang dipimpinnya.

Kepedulian Save terhadap kaum lanjut usia (lansia), terlihat sangat mengagumkan. Beliau tidak pernah 'menganggap remeh' sumbangan kehadiran dan pemikiran dari para lansia. Sebagai contoh, ketika bapak Thadeus Hasu yang kini berusia 81 tahun 'berkunjung' ke rumahnya, Save begitu antusias dan memberikan pelayanan yang ramah. Menurut pengakuannya sendiri, pak Thadeus sampai 'menitikkan' air mata ketika merasakan penerimaan yang hangat, tulus, dan akrab dari Save itu.

Tidak hanya itu, Save juga terlihat sangat 'rendah hati' dalam menerima 'petuah  dan nasihat' dari bapak Thadeus. Save merasa 'terharu' karena meski sudah uzur, sang kakek masih 'peduli' dan dukung terhadap niat baik dirinya untuk menjadi pemimpin di tingkat Desa Golo Sepang. Dengan kepala tegak dan hati yang lapang, Save menyimak dan mencerna poin-poin bijak yang keluar dari mulut pak Thadeus itu.

Saya kira, ini sebuah tipikal pemimpin yang 'terbuka' dan tak pernah berhenti belajar. Beliau tidak pernah menganggap dirinya 'tahu semua hal'. Masukan, catatan, gagasan atau ide dari sesama, termasuk dari para lansia seperti pak Thadeus, tidak bisa diabaikan begitu saja. Meski sederhana, ide yang bergulir dalam ruang obrolan persaudaran itu, pasti punya arti dan manfaatnya.

Kita butuh pemimpin yang 'punya hati'. Hati yang peduli pada kondisi dan nasib rakyat. Pemimpin yang memeperlakukan rakyat sebagai pribadi yang punyai nilai luhur dalam dirinya sendiri. Pemimpin yang bisa melihat dan menangkap cahaya kemanusiaan serta mendorong dia untuk merawat mutiara kemanusiaan itu melalui program-prgram politik yang pro pada dimensi kebaikan publik.

Baca: Refleksi Singkat Soal Pembelajaran Paradigma Baru

Kita percaya bahwa lima cakades yang berlaga dalam kontestasi pemilihan kepala Desa (Pilkades) edisi 2022 ini, mempunyai perhatian yang tulus terhadap martabat kemanusiaan itu. Saverius Banskoan sudah memperlihatkan hal itu dengan baik. Saya kira cakades lain pun, mungkin sudah mempraktekan hal sama dengan orang dan waktu yang berbeda. 

Apalagi kita tahu bahwa lima cakades ini berasal dari keluarga 'petani sederhana'. Mereka tahu pasti seperti bentuk penghargaan dan penghormatan kemanusiaan itu dalam tata pergaulan setiap hari. Obsesi pada jabatan Kades tidak harus melupakan 'kearifan leluhur', bagaimana semestinya memperlakukan 'konstituen' sebagai manusia yang mulia.


*Penulis adalah warga Mabar. Tinggal di Watu Langkas.

0 Komentar